Bisnis.com, JAKARTA— Tahta Suci Vatikan resmi mengumumkan bahwa konklaf untuk memilih Paus baru akan dimulai pada 7 Mei mendatang.
Konklaf pun merupakan istilah yang sarat makna dan tradisi dalam Gereja Katolik Roma yang kini menjadi sorotan dunia menyusul wafatnya Paus Fransiskus dan pengumuman dimulainya proses pemilihan Paus baru pada 7 Mei mendatang.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan konklaf? Bagaimana prosesnya berlangsung, dan mengapa momen ini begitu penting?
Dikutip melalui berbagai sumber, konklaf berasal dari bahasa Latin cum clave, yang berarti "dikunci".
Secara harfiah, konklaf merujuk pada praktik mengurung para kardinal pemilih di dalam suatu tempat tertutup dan terisolasi hingga mereka mencapai keputusan mengenai siapa yang akan menjadi Paus baru, pemimpin tertinggi Gereja Katolik dan Kepala Negara Kota Vatikan.
Praktik ini pertama kali diinstitusikan secara formal oleh Paus Gregorius X dalam Konsili Lyon II pada tahun 1274, setelah pemilihan Paus Gregorius sendiri berlangsung selama hampir tiga tahun tanpa hasil.
Baca Juga
Konklaf dilaksanakan setelah posisi Paus lowong, baik karena wafat atau pengunduran diri. Dalam kasus wafat, hukum Gereja—tertuang dalam Universi Dominici Gregis (1996) yang diperbarui oleh Paus Benediktus XVI dan Paus Fransiskus—mengatur bahwa konklaf dimulai paling cepat 15 hari dan paling lambat 20 hari setelah wafatnya Paus, memberi waktu bagi kardinal dari seluruh dunia untuk berkumpul di Vatikan.
Sementara dalam kasus pengunduran diri (seperti yang terjadi pada Paus Benediktus XVI tahun 2013), Paus yang mundur menentukan waktu efektif pengunduran dirinya dan konklaf dimulai segera setelah posisi resmi lowong.
Proses dimulai dengan misa khusus di Basilika Santo Petrus yang disebut Misa untuk Pemilihan Paus Baru. Misa ini terbuka untuk publik dan menjadi momen doa bersama umat.
Setelah misa, para kardinal menuju Kapel Sistina dan diambil sumpah untuk menjaga kerahasiaan. Seluruh akses komunikasi, termasuk ponsel, jam tangan pintar, hingga surat-menyurat, diputus sepenuhnya. Sekitar 120–135 kardinal yang berusia di bawah 80 tahun berhak memilih.
Pemilihan berlangsung dengan sistem suara tertutup. Setiap kardinal menuliskan nama pilihannya di atas kertas bertuliskan: "Eligo in Summum Pontificem" (Saya memilih sebagai Paus Tertinggi).
Hari Pertama biasanya hanya satu putaran suara. Namun, untuk hari-hari berikutnya dapat mencapai empat putaran suara per hari (dua pagi, dua sore). Hal ini diperlukan untuk mendapatkan suara mayoritas yakni dua pertiga suara diperlukan untuk memilih Paus.
Jika setelah tiga hari tidak ada hasil, proses dapat ditunda sehari untuk doa dan refleksi. Jika kebuntuan terus berlanjut, peraturan memungkinkan para kardinal untuk memilih dua kandidat teratas dengan suara terbanyak (aturan ini sangat jarang digunakan).
Nantinya asap dari cerobong kapel sistina akan menjadi simbol komunikasi kepada publik dengan artian hitam (fumata nera) yang menandakan belum terpilih. Lalu, putih (fumata bianca) dengan arti Paus baru telah terpilih. Asap ini dihasilkan dari pembakaran surat suara yang dicampur bahan kimia khusus.
Begitu terpilih, Paus baru diminta menerima pemilihannya dan memilih nama kepausan. Kemudian, Kardinal Protodiakon muncul di balkon Basilika Santo Petrus dan menyatakan, "Habemus Papam" — “Kita memiliki Paus!”
Oleh sebab itu, konklaf bukan sekadar proses administratif. Ini adalah momen transisi spiritual dan strategis yang akan menentukan arah Gereja Katolik dunia. Dengan lebih dari 1,3 miliar umat, pilihan para kardinal tidak hanya akan membentuk wajah baru Vatikan, tetapi juga membawa pesan moral dan geopolitik yang bergema lintas negara.