Jejak Mundur Soeharto: Antara Bab Masa Lalu dan Rencana Penyematan Gelar Pahlawan

Sekitar 27 tahun telah berlalu sejak Presiden Soeharto menyatakan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998.
Presiden ke-2 RI Soeharto. JIBI
Presiden ke-2 RI Soeharto. JIBI

Bisnis.com, JAKARTA — Pada 21 Mei 1998, di dalam bangunan megah Istana Merdeka, Presiden ke-2 RI Soeharto menyatakan pengunduran dirinya. Momen itu menjadi salah satu titik balik paling dramatis dalam sejarah politik Indonesia.

Bukan dengan dramatisme atau air mata. Tidak juga dengan pengakuan bersalah. Hanya sepenggal kalimat formal, disampaikan seperti laporan harian biasa. Tapi di luar pagar istana, ribuan suara rakyat bersorak. Sebuah era berakhir.

Awal 1998, Indonesia bukan lagi negeri yang tenang. Krisis moneter yang menjalar dari Asia Tenggara memukul keras ekonomi nasional. Rupiah runtuh. Harga sembako melonjak. Antrian di SPBU, toko-toko kosong, dan kemarahan rakyat memenuhi udara.

Mahasiswa kembali turun ke jalan. Kali ini bukan hanya membawa spanduk. Mereka membawa keyakinan: bahwa perubahan tidak bisa ditawar lagi. 

Soeharto mencoba bertahan. Dia reshuffle kabinet. Dia bicara tentang reformasi. Dia ajak elite politik membentuk dewan perubahan. Tapi semua terasa telat. Kepercayaan publik telah runtuh.

Kemudian pecahlah tragedi. Jakarta membara. Kerusuhan, penjarahan, dan ketegangan rasial menelan korban. Di kampus Universitas Trisakti, 12 mahasiswa gugur tertembak saat menyampaikan aspirasi damai.

Di tengah keheningan, istana kehilangan denyutnya. Para menteri mundur satu per satu. Mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR. Elit politik menjauh. Hingga akhirnya, tak ada lagi pijakan tersisa. 21 Mei 1998, dunia menyaksikan Indonesia berubah.

Dua puluh tujuh tahun kemudian, bayangan peristiwa itu belum benar-benar pudar. Wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto kini mencuat, membawa kembali bangsa ini ke persimpangan antara kenangan dan kontroversi.

Pasalnya, Soeharto bukan nama biasa. Dia adalah sosok yang mendefinisikan sebuah zaman—Orde Baru. Dalam dirinya tertanam narasi besar tentang stabilitas, pembangunan, dan swasembada. Namun dalam jejaknya juga tersimpan luka—tentang buramnya demokrasi.

Mencuatnya wacana tersebut membuat publik kembali membongkar lemari sejarah. Ada yang mengenangnya sebagai arsitek pembangunan, bapak pembangunan, tapi ada pula yang mengenangnya sebagai sosok yang mendorong lahirnya gerakan reformasi di dalam negeri.

Namun sejarah tak pernah hitam-putih. Dia tersusun dari lapisan kompleks antara jasa dan luka, antara kekuatan dan kejatuhan. Pengunduran diri Soeharto menjadi simbol dari keduanya: pengakuan akan batas kekuasaan manusia, dan awal dari transisi panjang menuju demokrasi di Indonesia.

Saat bangsa ini mempertimbangkan gelar pahlawan untuk sang Jenderal, ingatan atas 21 Mei 1998 kembali mengetuk. Bukan untuk menghakimi atau memuja, melainkan untuk mengingat bahwa sejarah selalu punya suara. Suara dari jalan-jalan yang pernah dipenuhi mahasiswa, dari rakyat yang menuntut perubahan, dan dari seorang presiden yang akhirnya menyadari bahwa kekuasaan bukan milik selamanya.

Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi angkat bicara soal wacana pengajuan Presiden kedua RI Soeharto sebagai Pahlawan Nasional.

Dia menyampaikan bahwa usulan terhadap tokoh nasional, termasuk mantan Presiden Soeharto, merupakan hal yang lumrah. Menurutnya, setiap Presiden memiliki jasa yang patut dihargai oleh bangsa dan negara.

“Saya kira begini ya, kalau berkenaan dengan usulan ya [gelar pahlawan nasional] terhadap Presiden Suharto, saya kira kalau kami merasa bahwa apa salahnya juga. Menurut kami, mantan-mantan Presiden itu sudah sewajarnya untuk kita mendapatkan penghormatan dari bangsa dan negara kita,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Senin (21/4/2025).

Lebih lanjut mengajak masyarakat untuk melihat jasa dan kontribusi setiap pemimpin, bukan hanya kekurangannya. Menurutnya, Presiden-presiden terdahulu telah menghadapi tantangan besar dalam memimpin negara dengan populasi yang begitu besar.

Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto pun dalam setiap kesempatan menyampaikan bahwa perjalanan panjang suatu bangsa dapat tercapai karena prestasi para pendahulu-pendahulu.

“Mulai dari Bung Karno dengan segala dinamika dan permasalahan yang dihadapi masing-masing, kemudian Pak Harto, Pak Habibie, dan seterusnya, Gus Dur, Bu Mega, Pak SBY, Pak Jokowi, semua punya jasa,” ucapnya.  

Namun begitu, Prasetyo mengakui bahwa pembahasan terkait pengajuan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto belum dilakukan secara khusus di lingkungan Istana.

Dia pun juga menanggapi kritik publik terkait masa lalu Soeharto, termasuk dugaan pelanggaran HAM dan korupsi yang tak pernah diselesaikan secara hukum, Prasetyo menekankan pentingnya melihat secara utuh sisi positif dan negatif seorang tokoh

Menurutnya, pengajuan gelar Pahlawan Nasional merupakan proses panjang yang melibatkan verifikasi ketat, termasuk dari sisi integritas, kontribusi, dan keteladanan.

“Kalau ada masalah pasti semua kita ini kan tidak ada yang sempurna. Pasti kita ini ada kekurangan. Tapi sekali lagi yang tadi saya sampaikan, semangatnya pun Bapak Presiden bukan di situ. Semangatnya kita itu harus terus menghargai, menghargai, memberikan penghormatan apalagi kepada para Presiden kita,” pungkas Prasetyo.

Senada, Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf atau Gus Ipul memastikan pihaknya akan mendengarkan semua masukan berkenaan rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2, Soeharto.

Gus Ipul menilai wajar jika ada pihak yang mengusulkan pemberian gelar pahlawan dan wajar juga bila ada yang mengkritiknya. Hal ini menurutnya merupakan suatu proses yang ada setiap tahunnya.

“Kita mendengarkan. Kita mempelajari. Tindak lanjutnya nanti dibahas di tim gelar pahlawan. Yang InsyaAllah nanti akan bekerja dengan bersama, memperhatikan semua aspek. Itu aja, intinya di situ. Nanti tunggu aja,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025) malam.

Gus Ipul menepis pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto berkaitan dengan rencana pemerintah untuk menulis ulang sejarah Indonesia.

“Ya tidak ada. Kalau Pak Harto kan diusulkan [jadi pahlawan nasional] udah beberapa kali ya, 2010, 2015 gitu. Tahun ini diusulkan kembali. Jadi sudah berulang-ulang diusulkan lah ya,” jelasnya.

Dengan demikian, karena Soeharto berkali-kali masuk dalam usulan mendapat gelar pahlawan nasional, Gus Ipul memastikan usulan-usulan pada tahun lalu akan dipertimbangkan kembali.

“Tentu dipertimbangkan lagi, usulan-usulan sebelumnya dipertimbangkan lagi. Nah tentu kita akan coba pelajari, kita objektif, dan kita mendengarkan aspirasi dari masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya, diketahui Gus Ipul menerima perwakilan pengunjuk rasa yang menolak pemberian gelar pahlawan nasional terhadap Soeharto di kantor Kemensos, pada Kamis (15/5/2025).

Adapun, berdasarkan catatan Bisnis, Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial Mira Riyati Kurniasih dalam pernyataan tertulis di Jakarta, Selasa (18/3), mengungkapkan sudah ada 10 nama yang masuk dalam daftar usulan calon Pahlawan Nasional 2025.   

Beberapa tokoh yang kembali diusulkan, antara lain Abdurrahman Wahid (Jawa Timur), Soeharto (Jawa Tengah), Bisri Sansuri (Jawa Timur), Idrus bin Salim Al-Jufri (Sulawesi Tengah), Teuku Abdul Hamid Azwar (Aceh), dan Abbas Abdul Jamil (Jawa Barat).    

Sementara itu, empat nama baru yang diusulkan tahun ini, yaitu Anak Agung Gede Anom Mudita (Bali), Deman Tende (Sulawesi Barat), Midian Sirait (Sumatera Utara), dan Yusuf Hasim (Jawa Timur).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Muhammad Ridwan
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bisnis Plus logo

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro