Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha alias KPPU membantah pernyataan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, terkait konsultasi pengadaan laptop pendidikan (chromebook) pada periode 2019-2022.
KPPU menekankan bahwa pihaknya tidak pernah memberikan saran dan pertimbangan atas kebijakan pengadaan tersebut. KPPU juga tidak pernah dimintakonsultasi khusus terkait pengadaan laptop pendidikan yang saat ini tengah dalam proses penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
"Secara historis, KPPU memang pernah diundang oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) dalam sebuah forum diskusi pada 17 Juni 2020. Namun, diskusi tersebut berfokus pada rencana pengembangan empat platform teknologi pendidikan melalui pola kemitraan dengan pihak swasta, bukan mengenai pengadaan perangkat keras seperti laptop," demikian bunyi keterangan resmi yang dikutip, Kamis (19/6/2025).
Menurut KPPU, dalam forum tersebut, pihaknya diminta pandangan seputar rencana kerja sama dengan mitra swasta untuk pengembangan platform, seperti manajemen sumber daya sekolah, Guru Penggerak, kurikulum, serta karir siswa dan lulusan. "Tidak ada pembahasan soal pengadaan laptop pendidikan."
Adapun platform-platform itu direncanakan dibangun tanpa proses pengadaan barang dan jasa karena menggunakan teknologi dan aplikasi yang sudah dikembangkan oleh pihak swasta.
Oleh karena itu, proses lelang formal tidak menjadi bagian dari rencana kerja sama tersebut karena tidak melibatkan penggunaan anggaran negara secara langsung. Meski demikian, KPPU saat itu tetap memberikan masukan agar prinsip persaingan usaha tetap dijaga. Salah satu perhatian utama adalah potensi terbentuknya dominasi atau monopoli jika hanya satu mitra ditunjuk untuk setiap platform.
Baca Juga
Oleh karena itu, KPPU menyarankan agar proses seleksi mitra tetap dilakukan secara terbuka dan kompetitif (competition for the market) guna mendorong efisiensi dan mencegah potensi diskriminasi.
KPPU juga mengusulkan adanya kerangka kebijakan yang jelas, termasuk rencana
induk, skema kerja sama, serta pengaturan hak dan kewajiban mitra usaha agar tidak
menciptakan diskriminasi. Selain itu, pengawasan terhadap kualitas layanan dan harga, serta jangka waktu hak monopoli, dan pengaturan sanksi juga penting untuk diatur, sekalipun tidak ada dana APBN yang digunakan secara langsung.
Pernyataan Nadiem
Sebelumnya, eks Mendikbudristek Nadiem Makarim mengklaim proses pengadaan program digitalisasi pendidikan periode 2019-2022 telah didampingi Kejaksaan Agung (Kejagung).
Nadiem menyampaikan,pendampingan itu dilakukan oleh salah satu direktorat pada Kejagung RI, yakni Jaksa Agung Perdata Tata Usaha Negara (Jamdatun).
"Kami dari awal proses mengundang Jamdatun, mengundang Kejaksaan untuk mengawal dan mendampingi proses ini [pengadaan laptop Chromebook] agar proses ini terjadi secara aman dan semua peraturan telah terpenuhi," ujarnya di The Dharmawangsa Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Pendiri Go-Jek itu juga menekankan bahwa dalam penentuan harga dan vendor yang bisa menawarkan produknya tidak diatur di Kemendikbudristek.
Pasalnya, proses pengadaan ini bukan melalui penunjukan langsung, tetapi melalui platform e-Catalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
"Itulah alasan kenapa proses pengadaannya bukan melalui penunjukan langsung, bukan melalui tender, tapi melalui e-catalog LKPP. Sehingga konflik kepentingan itu diminimalisir," tambahnya.
Di luar itu, kata Nadiem pihaknya bahkan telah berkonsultasi dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk memastikan tidak ada unsur monopoli dalam pengadaan ini.
"Jadi, sudah berbagai macam jalur yang ditempuh untuk memastikan bahwa pengadaan sebesar ini yang memang selalu kami mengetahui dari awal pasti ada resikonya dikawal dengan berbagai instansi," pungkasnya.
Kasus ini bermula saat Kemendikbudristek menyusun pengadaan peralatan TIK bagi SD, SMP dan SMA. Peralatan TIK yang dimaksud adalah laptop Chromebook serta perangkat pendukung lainnya.
Singkatnya, laptop Chromebook itu dinilai tidak efektif lantaran perangkat itu lebih optimal apabila menggunakan internet. Sementara, jaringan internet di Indonesia dinilai belum merata. Oleh sebab itu, Kejagung menilai ada dugaan pemufakatan jahat dalam pengadaan alat TIK senilai Rp9,9 triliun.