Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menepis anggapan bahwa Indonesia dijadikan kelinci percobaan dalam pengembangan vaksin Tuberkulosis (TBC).
Dia menekankan bahwa peran Indonesia justru vital dalam upaya global menangani penyakit menular yang paling mematikan di dunia.
“Ini supaya mengedukasi masyarakat juga, bahwa ini bukan seperti kelinci percobaan. Itu adalah pengaruh yang sengaja disebarluaskan agar orang tidak mau divaksin,” ujarnya lewat rilisnya, Sabtu (10/5/2025).
Budi melanjutkan bahwa dengan menghindari vaksinasi, justru akibatnya bisa sangat fatal bagi masyarakat. Mengingat, penyakit ini bisa merenggut nyawa hingga 100.000 orang.
Justru, kata Budi, langkah vaksin ini sudah terbukti. Misalnya, Covid-19 yang bisa turun karena pengerjaan vaksinasi.
“Dulu banyak yang bilang jangan divaksin Covid karena ada chip-nya. Nah, justru orang-orang seperti itu yang sangat jahat,” kata Budi.
Baca Juga
Budi menjelaskan bahwa vaksin TBC yang sedang dalam tahap uji klinis fase 3 di Indonesia merupakan hasil riset kolaboratif yang dilakukan oleh peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran.
Sejak akhir 2024, lebih dari 2.000 peserta telah ikut serta dalam proses ini yang berjalan di bawah pengawasan ketat dan memenuhi standar ilmiah internasional.
“Vaksin itu ada clinical trial 1, 2, dan 3. Trial 1 menentukan vaksin ini aman atau tidak — dan itu sudah lewat. Sekarang kita masuk ke trial 3 untuk melihat efektivitasnya. Jadi ini semua saintifik, bukan hoaks atau gosip,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan kembali bahwa keberhasilan vaksin telah terbukti dalam sejarah, termasuk saat pandemi Covid-19. Budi menekankan bahwa penanganan Covid-19 hingga penurunan kasus bukan karena pengobatan atau skrining, tetapi karena peran vaksin.
Budi menambahkan bahwa TBC hingga kini masih menjadi penyebab kematian tertinggi di antara penyakit menular, dengan lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya secara global.
Di Indonesia sendiri, angka kematian akibat TBC mencapai sekitar 125.000 per tahun. “Semenit dua orang meninggal karena TBC. Kita bicara lima menit di sini, sepuluh orang sudah meninggal,” ungkapnya.
Melalui partisipasi dalam uji klinis ini, Indonesia juga membidik peluang strategis untuk memproduksi vaksin secara mandiri melalui Bio Farma.
“Kalau vaksin ini berhasil, Indonesia bisa jadi negara prioritas untuk memproduksi sendiri. Ini bukan hanya soal menyelamatkan warga kita, tapi juga memberi akses untuk dunia,” jelasnya.
Menjawab kekhawatiran bahwa vaksin tersebut mungkin tidak sesuai dengan karakteristik genetik masyarakat Indonesia, Budi menjelaskan bahwa justru alasan keikutsertaan Indonesia dalam uji coba adalah untuk memastikan kecocokan tersebut.
Dia mencontohkan pengalaman dengan vaksin malaria yang tidak efektif di Indonesia karena dikembangkan untuk populasi Afrika. “Kita nggak mau kecolongan lagi. Kita pengen aktif supaya vaksinnya juga cocok buat orang Indonesia,” katanya.
Ia juga membantah isu mengenai keberadaan pabrik vaksin TBC di Singapura yang dipastikan merupakan kabar bohong atau hoaks.
“Itu hoaks. Pabriknya masih dibangun di Amerika, tapi kita dorong agar nanti produksinya bisa dilakukan di Indonesia,” tegas Budi.
Lebih lanjut, pemerintah menargetkan vaksin TBC ini dapat dimasukkan ke dalam program nasional sebelum 2029.
“Kalau sudah terbukti aman dan efektif, tentu kita akan masukkan ke program. Karena ini penyakit menular paling mematikan, lebih parah dari malaria,” pungkas Budi.