Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyampaikan bahwa KMP Tunu Pratama Jaya ditemukan dalam posisi terbalik di perairan Selat Bali.
Setelah penemuan posisi kapal, Tim SAR gabungan akan melakukan perencanaan pengangkatan kapal dengan mempertimbangkan keselamatan, mengingat derasnya arus bawah laut di Selat Bali.
Dia melanjutkan untuk proses pengangkatan kapal akan dilakukan dengan Standar Operasional Prosedur atau SOP ketat untuk memastikan aspek keselamatan dari tim.
"Harapannya proses pengangkatan kapal bisa berjalan lancar sehingga dapat membantu investigasi lebih lanjut," ujat Dudy dikutip, Senin (14/7/2025).
Dudy menyampaikan hingga Sabtu (12/7/2025) atau H+10 operasi pencarian korban, Tim SAR gabungan juga telah menemukan 18 korban meninggal dunia.
Dengan demikian, jumlah penumpang KMP Tunu Pratama Jaya yang telah ditemukan kini berjumlah 48 orang, dengan rincian 30 orang selamat dan 18 meninggal dunia.
Baca Juga
"Kami menyampaikan apresiasi kepada Tim SAR gabungan yang berhasil menemukan bangkai kapal KMP Tunu Prtama Jaya, serta mengevakuasi lebih banyak korban meninggal hingga H+10 pencarian korban," ujarnya.
Kontroversi Manifest Penumpang
Sebelumnya, DPR menyoroti ketidaksesuaian manifest penumpang dalam insiden tenggelamnya kapal motor penumpang (KMP) Tunu Pratama Jaya di perairan Selat Bali pada Kamis (3/7/2025) lalu.
Anggota Komisi VII DPR RI, Bambang Haryo Soekartono, menyebut ketidaksesuaian manifest tidak hanya menghambat proses pencarian dan evakuasi korban, tetapi juga menyulitkan pencairan klaim asuransi bagi keluarga korban yang tidak tercatat di manifest kapal.
Masalah ini lanjutnya, berakar dari regulasi Kementerian Perhubungan yang tidak tepat, yaitu Keputusan Menteri [KM] No.58/2003 yang kemudian diubah menjadi Peraturan Menteri [PM] No.66/2019 tetapi hanya formulasi tarifnya saja yang diubah sedangkan permasalahan tiket penumpang kendaraan yang dihapuskan tidak ikut diubah.
"Inilah akhirnya menjadi regulasi yang salah yang menetapkan penumpang kendaraan dan supir tidak bertiket,” ujarnya, dikutip Selasa (8/7/2025).
BHS yang juga anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI ini menjelaskan, dalam ketentuan tarif angkutan penyeberangan saat ini, penumpang yang berada di dalam kendaraan tidak diwajibkan memiliki tiket secara individu. Akibatnya, banyak dari mereka tidak tercatat secara resmi dalam manifest kapal.
“Ini bukan semata kesalahan operator pelayaran. Akar persoalannya terletak pada regulasi pemerintah yang tidak tepat pada 2003 yang saat ini masih menjadi pedoman untuk tidak mewajibkan penumpang dalam kendaraan apapun bertiket sehingga pendataan jumlah penumpang menjadi rancu," jelasnya.
Pada insiden KMP Tunu ini, ada empat kendaraan mobil yang seharusnya tiketnya sudah termasuk 1 supir 4 penumpang tetapi karena tidak bertiket, penumpang mobil itu tidak masuk data yang harus dievakuasi maupun mendapatkan santunan asuransi.
"Ini jelas sangat merugikan masyarakat yang menjadi korban maupun keluarga korban,” tegasnya.
Dalam KM 58/2003 tiket, sambung BHS, satu mobil sudah termasuk 4 penumpang yang harus di-cover oleh asuransi maka saya menekankan kepada Jasa Raharja untuk mengcover penumpang yang tidak mempunyai tiket atau terdaftar di manifest.
Dia juga mendesak Menteri Perhubungan segera merevisi regulasi KM 58/2003 dan mengembalikan sistem satu penumpang kendaraan satu tiket guna memastikan keakuratan data manifest.
Menurutnya, keakuratan manifest merupakan aspek vital dalam keselamatan pelayaran, khususnya saat proses evakuasi dan penanganan korban kecelakaan laut.
“Manifest itu penting dan menyangkut keselamatan publik karena pada saat kejadian kecelakaan alat keselamatan daripada kapal harus bisa mencukupi jumlah penumpang dan kru sebagai pelayan di transportasi laut,” katanya.
Detik-detik Kecelakaan
Adapun penumpang KMP Tunu Pratama Jaya yang selamat memberikan kesaksian tenggelamnya kapal tersebut yang berlangsung sangat cepat.
"Sekitar tiga menit setelah oleng kapal sudah terbalik. Saya masih sempat meloncat," kata Bejo Santoso, salah seorang penumpang KMP Tunu Pratama Jaya saat ditemui di ruang VIP Pelabuhan Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Bali, Kamis yang juga digunakan sebagai pos terpadu untuk musibah ini.
Sepanjang yang bisa diingat, dirinya melompat menyelamatkan diri bersama puluhan penumpang lainnya, yang belakangan diketahui banyak yang selamat.
Dia juga mengatakan, dirinya bisa segera menjangkau jaket pelampung dan lompat ke laut saat kapal miring dengan ekstrem karena berada di sisi luar samping kapal.
"Kalau penumpang yang berada di dalam ruang saya pesimis mereka bisa keluar. Karena kapal itu terbalik dalam hitungan menit," kata penumpang asal Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur ini.
Setelah terombang-ambing di laut dari sekitar pukul 00.00 Wita, menjelang pukul 06.00 Wita dia diselamatkan perahu nelayan bersama sejumlah penumpang lainnya.
Selama mengapung di laut, dia juga membawa jenazah penumpang lain dengan cara diikat pada ban pelampung yang kebetulan dia temukan.
Imron, penumpang lainnya juga mengatakan kapal terbalik dengan cepat setelah tiga kali oleng keras.
"Sekitar tiga kali kapal itu miring. Yang ketiga air laut sudah masuk ke ruang penumpang," katanya.
Warga Kabupaten Banyuwangi ini selamat setelah didorong air ke atas dan keluar lewat celah di ruang penumpang.
Di laut dia menemukan jaket pelampung, yang dia pakai hingga diselamatkan nelayan asal Dusun Pabuahan, Desa Banyubiru.
Diselamatkan oleh jaket pelampung yang tercecer di laut juga terjadi pada Saiful Munir, penumpang lainnya.
"Saya menemukan jaket pelampung tidak tahu dari mana. Langsung saya pakai," kata penumpang yang diselamatkan di perairan Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya ini.
Hingga berita ini ditulis pukul 11.30 wita, sebanyak 30 penumpang sudah ditemukan dengan empat diantaranya meninggal dunia.*